berita informasi 'berita informasi|berita lucu|berita mendidik |berita inspiransi|berita bola'

Header Ads

berita informasi - Jejak Dari Tjong A Fie dan Tjong Yong Hian Di Kota Medan

berita informasi - Jejak Dari Tjong A Fie dan Tjong Yong Hian Di Kota Medan
Berita informasi - Untuk perkembangan dari kota Medan, Tidak dapat terlepas dari peranan Tjong Afie dan juga abangnya Tjong Yong Hian. Wajah dari ibu kota Provinsi Sumatra Utara (Sumut) akan kelihatan berbeda  Jika kedua abang beradik tersebut tidak menginjakan kakinya ke kota medan.

Perlu Diketahui untuk saat ini banyak sekali peninggalan mengenai  Tjonng bersaudara yang masih dapat di lihat , untuk salah satunya adalah Rumah dari Tjong A Fie  yang sampai saat ini masih dengan gagah berdiri daerah kota medan. menurut sejarah dari 2 taipan Bersaudara yang terkenal dengan sikap Dermawannya dalam semasa hidupnya  tersebut nasih selalu saja  menarik untuk di bahas.

Usia adalah Tjong bersaudara tersebut terpaut 7 tahun , kedua kakak beradik tersebut berasal dari daerah Sungkow , Distrik Mei xian, Guangdong, Tiongkok Selatan. Untuk Tjong Yong Hian lahir pada  tahun 1850 dan untuk Tjong A Fie  lahir pada tahun 1857. kedua kakak beradik tersebut tidak melanjutkan sekolah dan guna membantu untuk menjaga toko kelontong dari sang ayah.

berita informasi
Pada saat usia dari sang kakak mencapai usia 17 tahun atau lebih tepatnya pada tahun 1967, Tjong Yong hian telah memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman untuk mencari hidup yang lebih baik, Dirinya merantau di Batavia, dari pelabuhan Shantou, Berlayar untuk mengarungi laut China Selatan . setelah dirinya 21 hari berada di lautan dirinya tiba di batavia.

 Dirinya hanya 3 tahun di batavia dan akhirnya pindah ke daerah medan yang saat itu masih mendapat sebutan Deli Tua. dirinya berniat untuk memulai usaha sendiri dengan hasil tabungannya. untuk niatnya pun terlaksana pada tahun 1970. Benny G Setiono menyebutkan Tjong Yong Hian telah memulai usahanya dengan membuka sebuah toko untuk melakukan pemasokan berbagai jenis kebutuhan Perkebunan tembakau dan juga kelapa sawit milik orang orang belanda, dirinya juga melakukan pemasokan Buruh dari daratan Tiongkok. untuk sejumlah usaha yang dijalankan  dirinya mendapat untung dari candu dan juga rumah judi. sebab saat itu  para buruh dari kebun tergantung dengan candu jika  tidak mendapatkan Candu, mereka  kehilangan semanggat untuk kerja.

Namun sejarahwan Benny G Setiono menjelaskan Pemilik dari Perkebunanlah Yang  sengaja membuat mereka Bergantung dengan  Candu dan juga judi. sebab dengan begitu  para buruh bisa menghabiskan  Upahnya, jika kontrak telah selesai selama 3 tahun, alhasil Para buruh tersebut tidak bisa kembali pulang ke daerah asalnya. hal tersebut dimanfaarkan oleh  para pemilik kebun untuk tetap memperkerjakan mereka dan juga tidak perlu dana untuk mendatangkan  Buruh yang baru.

Kesuksesan dari Sang kakak memberikan sang adik sebuah motivasi bagi sang adik, saat usia dari Tjong A Fie mencapai 18 tahun. dirinya melakukan perjalanan ke Sumatra utara. saat itu dirinya hanya bermodalkan  uang 10 perak manchu yang dirinya ikat di pingang selama berbulan bulan dalam pelayarannya.

Walau pun pada saat itu sang Kakak telah berhasil  dan juga menjadi tokoh pemuka masyarakat tionghoa. akan tetapi sang adik tidak ingin tergantung dengan pada sang kakak. dirinya memilih untuk menjaga toko kelontong dari Tjong Sui Fo. hal ini mungkin karena dirinya terbiasa menjaga toko milik dari ayahnya sehingga tidak mengalami kendala.

untuk belakangan ini Tjong A Fie semakin terkenal karena sifatnya yang  pandai bergaul. di daerah labuhan deli dirinya di percayai sebagai pengawas kuli kontrakdari tiongkok , dirinya juga  sering dimintai menjadi seorang penengah ketika adanya perselisihan dari orang tionghoa  maupun  Pemerintah hindia Belanda. saat itu sering terjadi beberapa keributan dari berbagai etnis hal tersebut membuat Belanda  merasa kerepotan

Pemerintah Hindia Belanda lalu mengangkatnya menjadi letnan Tionghoa. Dia diminta pindah ke Kota Medan sehingga harus berhenti bekerja dari toko Tjong Sui Fo. Dalam waktu singkat, Tjong A Fie diangkat menjadi kapten pada tahun 1895. Di Medan, Tjong A Fie bergaul sangat luas. Ia dikenal pedagang yang luwes dan sangat dermawan. Dia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Tjong A Fie bahkan menjadi orang kepercayaan Sultan Deli untuk mewakilinya dalam berbagai urusan bisnis.

Dengan sejumlah reputasi yang cukup baik membuat nama dari Tjong Afi makin tersohor, dirinya juga menjadi kepercayaan dari Sultan , Tjong A Fie juga memiliki jalinan hubungan dengan para pedagan termasuk untuk eropa dan dari pejabat pejabat pemerintahan . hubungan yang dengan sultan deli menjadi  awal dari sebuah kesuksesan dari Tjong A Fi, dirinya mendapatkan konsesi untuk penyediaan atap nipah dari sang sultan  untuk pembuatan  Bangsal Bangsal di daerah perkebunan tembakau.

Untuk perjalanan usahanya Tjong A Fi berhasil melakukan suatu Monopoli perdagangan di kawasan deli , hasil dari keuntungan tersebut  digunakan untuk mengembangkan usaha dari dirinya . dirinuya memberi sebuah pekebunan Karet yang akhirnya memberikan banyaknya keuntungan. Selain itu Tjong A Fie juga berhasil  menjadi orang Tionghoa Pertama yang mempunyai perkebunan tembakau. disamping dari Perkebunan karet miliknya , dirinya juga membuka perkebunan teh dan juga mulai melakukan investasi pada perkebunan sawit yang begitu luas. bahkan Bisnisnya telah  berkembang dengan pesat hingga ke sektor pertambangan di daerah sumatra barat.

Puncak Investasinya adalah kerja sama yang dirinya lakukan bersama dengan sang abang dengan konsul  Tiongkok yang ada di daerah singapura untuk saat itu, Tio Tiauw, dengan mendirikan kereta api di tiongkok selatan, pada Tahun 1907 Tjong A Fi  melakukan kongsi dagang dengan pengusaha asal Penang dengan mendirikan Bank Deli. sementara itu pada tahun 1911 kakak dari Tjong A Fi meninggal dunia dan membuat Tjong A Fi menganti posisi dari sang kakak sebagai mayor , pada tahun 1916 tjong A fi berserta rekan rekannya berhasil mendirikan Bank Batavia.

Benny G Setiono dalam Tionghoa dalam Pusaran Politik juga menyebutkan, Tjong A Fie sepanjang hidupnya banyak berbuat sosial dan senang menolong orang susah serta miskin. Mungkin itu karena keyakinannya, harta kekayaan yang berasal dari “uang panas”, yaitu dari keuntungan monopoli penjualan candu, maka sebagian harus dikembalikan ke masyarakat. Ia membangun sarana-sarana untuk kepentingan umum dan menolong orang miskin tanpa membedakan warna kulit, suku, dan agamanya.

Tjong A Fie membangun sarana ibadah kelenteng, tempat pemakaman di Pulo Brayan, dan mendirikan perkumpulan kematian untuk merawat kuburan. Ia juga membangun rumah sakit Tjie On Tjie Jan dan rumah sakit khusus untuk merawat pasien berpenyakit lepra di Pulau Sicanang. Dia membangun Masjid Raya Medan dengan menyumbang sepertiga dari seluruh biaya pembangunan. Tjong A Fie juga membiayai seluruh biaya pembangunan Masjid Gang Bengkok di dekat kediamannya di Jalan Kesawan, yang kini menjadi Jalan Jenderal A Yani.

Di Kota Medan, bahkan hampir di seluruh Sumatra Timur saat itu, Tjong A Fie sangat terkenal karena kedermawanannya. Banyak sekolah mendapat bantuannya, baik sekolah Kristen, Islam, maupun Tionghoa. Ia menyediakan tanah untuk pembangunan sekolah Methodis di Medan. Memberi sumbangan pada berbagai kelenteng, masjid, gereja, dan kuil-kuil Hindu. Dia juga menyumbang jam besar di puncak gedung Balai Kota lama.

Sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa, Tjong A Fie sangat disegani dan dihormati karena piawai memadukan kekuatan ekonomi dan politik. Kerajaan bisnisnya meliputi perkebunan, pabrik minyak kelapa sawit, pabrik gula, bank, dan perusahaan kereta api. Di masa itu, lebih dari 10.000 orang bekerja di berbagai perusahaannya. Atas rekomendasi Sultan Deli, Tjong A Fie diangkat menjadi anggota dewan kota atau saat itu disebut sebagai gemeenteraad dan dewan kebudayaan atau culturraad. Tak hanya itu, dia juga diangkat sebagai penasihat oleh pemerintah Hindia Belanda untuk urusan Tionghoa.

Hal yang luar biasa dari Tjong A Fie, meskipun memiliki banyak perkebunan, ia menentang poenale sanctie. Ini peraturan yang melindungi kepentingan para pemilik perkebunan. Jika buruh melarikan diri sebelum masa kontrak kerjanya habis, maka buruh akan dikejar dan ditangkap. Kemudian, dikembalikan atau dihukum penjara. Menurut Tjong A Fie, peraturan ini pada hakikatnya membuat nasib para buruh atau kuli kontrak tidak jauh berbeda dengan budak belian. Karena sikapnya itu, Tjong A Fie pernah dituduh para pemilik perkebunan lainnya sebagai pengkhianat.

Di Labuhan Deli, Tjong A Fie menikah dengan Nona Chew dari Penang dan mempunyai tiga anak. Setelah istri keduanya itu meninggal, dia menikah dengan Lim Kui Yap yang lahir pada tahun 1880 di Binjai. Mertuanya kepala mandor perkebunan tembakau di Sungai Mencirim yang mengepalai ratusan kuli kontrak. Dari istri ketiganya, dia memperoleh tujuh anak. Anak pertamanya Tjong Foek Yin atau Queeny Chang kelak menulis autobiografi berjudul Memories of a Nonya.

Saat Tjong A Fie meninggal pada 8 Februari 1921 karena pendarahan otak, seluruh Kota Medan pun gempar dan berkabung. Ribuan pelayat datang dari berbagai daerah di Sumatera Timur, Aceh, Padang, Jawa, Penang, dan Singapura. Hal yang sama juga terlihat saat kakaknya Tjong Yong Hian meninggal. Kedermawanan mereka tanpa membeda-bedakan bangsa, ras, agama, dan asal-usul, membuat Tjong bersaudara menjadi legenda, terutama bagi penduduk Kota Medan dan sekitarnya.

Bahkan empat bulan sebelum meninggal, Tjong A Fie sudah membuat surat wasiat. Isinya mewariskan seluruh kekayaannya kepada Yayasan Toen Moek Tong yang harus didirikan di Medan dan Sungkow, kampung halamannya, saat ia meninggal dunia. Yayasan di Medan diminta melakukan lima hal. Tiga hal di antaranya, memberikan bantuan keuangan pada kaum muda berbakat dan berkelakuan baik serta ingin menyelesaikan pendidikannya, tanpa membedakan ras, keturunan dan kebangsaannya. Kemudian, membantu yang tidak mampu bekerja dengan baik karena cacat tubuh, buta, atau menderita penyakit berat. Dia juga berpesan kepada yayasan membantu korban bencana alam tanpa membedakan kebangsaan atau etnisnya.

Sayangnya setelah Tjong A Fie meninggal, seiring berjalannya waktu, semua harta peninggalan baik perkebunan, bank, pertambangan, dan rumah, habis. Kini, salah satu jejak kekayaan Tjong A Fie bisa dilihat di Jalan Ahmad Yani atau Jalan Kesawan, Medan. Kediamannya yang didirikan pada tahun 1895 itu dikenal sebagai Tjong A Fie Mansion. Rumah ini dibuka untuk umum pada 18 Juni 2009, memperingati ulang tahun Tjong A Fie ke-150. Bangunan berarsitektur China, Melayu dan Art Deco ini menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Medan.

Sementara jejak kakaknya Tjong Yong Hian dapat dilihat di Jembatan Kebajikan di Jalan Zainul Arifin, Kampong Madras, yang dibangun tahun 1916. Jembatan di atas Sungai Babura ini memang sengaja dibangun oleh putranya untuk mengenang Tjong Yong Hian. Di Kota Medan juga ada jalan yang dinamai Pemkot Medan sebagai Jalan Tjong Yong Hian.

No comments